Perkuat Persaudaraan di Era Digital
 الحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ المحشر. أَمَّا بَعْدُ: فَيآأَيُّهاَالحاَضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَافْعَلُوْاالخَيْرَ وَاجْتَنِبُوْآ عَنِ السَّيِّآتِ. وَاعْلَمُوْآ أَنَّ الله َأَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّابِمَلَآئِكَةِ المُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقاَلَ تعالى فِيْ كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِلله ِمِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَحِيْمِ.:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُون.
Kehadiran digitalisasi tidak bisa dihalangi. Karena kemajuan zaman selaras dg kemajuan berfikir. Sehingga rasulullah shollahu ‘alaihi wassalam menegaskan bhw urusan dunia kalian yg lebih tahu.
Di antara buktinya adalah hadits dari Anas tentang mengawinkan kurma. Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati sahabatnya yang sedang mengawinkan kurma. Lalu beliau bertanya, “Apa ini?” Para sahabat menjawab, “Dengan begini, kurma jadi baik, wahai Rasulullah!” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ
“Seandainya kalian tidak melakukan seperti itu pun, niscaya kurma itu tetaplah bagus.” Setelah beliau berkata seperti itu, mereka lalu tidak mengawinkan kurma lagi, namun kurmanya justru menjadi jelek. Ketika melihat hasilnya seperti itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
مَا لِنَخْلِكُمْ
“Kenapa kurma itu bisa jadi jelek seperti ini?” Kata mereka, “Wahai Rasulullah, Engkau telah berkata kepada kita begini dan begitu…” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.”  (HR. Muslim, no. 2363).
Hanya saja di era digital manusia menghadapi dua alam. Alam nyata (kontak fisik) dan alam maya (virtual). Tapi permasalahan yg muncul adalah lebih banyak yg menggunakan alam maya ketimbang alam nyata. Sehingga manusia terkhususnya org Islam sibuk berselancar di dalamnya sehingga melupakan keharmonisan keluarga, tetangga, dan masyarakat lainnya. Seolah ketika berada di dalamnya dunia miliknya sendiri tanpa terikat aturan. Medsos atau media sosial satu di antara sarana berkomunikasi yg menggantikan silaturrahmi secara fisik. Dengan media ini umat mampu berkreasi, berbisnis, bermuamalah, dan berkomunikasi. Disamping dampak positifnya ada, tentulah tidak dinafikan dampak negatifnya. Terkadang saking asyik dg dunia maya dan medsos lupa bersilaturrahmi secara fisik. Bahkan ada yg suka mengirim pesan dan pantun via medsos ketimbang datang ke rumah, saling sapa, tanya kabar, berpelukkan, dan tukar hadiah. Padahal rasulullah mengajarkan umatnya utk saling berkunjung dan saling memberi hadiah utk memperkuat persaudaraan.
تَهَادُوا تَحَابُّوا
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, Niscaya kalian akan saling mencintai“ (HR. Bukhori)
Dan ada juga yg sibuk dg game online sehingga melupakan orang2 di sekitarnya.
Begitulah akhirnya dunia digital mempengaruhi budaya dan cara berfikir umat. Pergeseran nilai yg sebabkan oleh dunia maya terhadap persaudaraan terutama dlm menggunakan medsos haruslah hendaknya kita kembali kepada Alquran dan hadist. Karena keduanya telah menjelaskan batasan2 yg sempurna tentang berinteraksi. Apapun era yg sdg umat jalani maka tentulah kedua warisan yg sangat berharga ini jangan sampai ditinggalkan. Di dalamnya sudah diatur mengenai hubungan org beriman dg orang beriman, org beriman dg org kafir, dan makhluk ciptaan Allah Swt lainnya. Terkhusus interaksi dg manusia Allah dan rasulNya menegaskan utk saling menjaga. Baik itu di dunia nyata maupun di dunia maya. Sebagai tolak ukur dalam berinteraksi adalah akhlak. Akhlak yg menentukan kesempurnaan iman sesorg.
أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
 “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”(HR. Tirmidzi)
Begitu banyak orang yg berinteraksi dg dunia medsos tidak lagi menggunakan akhlak dan akal sehat. Sehingga ghibah, kebencian, penyebaran, dan konsumsi hoaxs  menjadi hidangan yg biasa. Bahkan dianggap sebagai style zaman now.
Menyikapi kondisi inilah Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Dalam fatwa tersebut tercantum beberapa hal yang diharamkan bagi umat Islam dalam penggunaan media sosial. Setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan ghibah (membicarakan keburukan atau aib orang lain), fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran.
Di antara cara memperkuat persaudaraan terutama di antar umat Islam di era digital adalah:
1. Tingkatkan selalu persaudaraan. Krn org yg beriman itu bersaudara.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (al-Hujurat:10)
2. Budayakan tabayyun
يَاأَيُّهَاالَّذِينَ آمَنُواإِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُواأَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
” Wahai orang-orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian”. (al-Hujurat:06)
3. Jauhkan prasangka buruk
يَاأَيُّهَاالَّذِينَ آمَنُوااجْتَنِبُواكَثِيرًامِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَاتَجَسَّسُواوَلَايَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًافَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوااللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Wahai
 orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa. Jangan pula kalian memata-matai dan saling menggunjing. Apakah diantara kalian ada yang suka menyantap daging bangkai saudaranya sendiri? Sudah barang tentu kalian jijik padanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha menerima taubat dan Maha Penyayang. (al-Hujurat:12)
4. Bicara yg penting saja atau perbanyak diam
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ » .
“ Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau hendaklah ia diam.”  ( HR. Bukhari)
Dengan berbekal penjelasan di atas maka marilah kita jaga dan perkuat persaudaraan dan berhati-hatilah dlm menggunakan medsos.
Sebagai penutup, kami nukilkan perkataan Syekhul Islam, Ibnu Taimiah, rahimahullahu:
“لن يُصلِحَ آخرَ هذه الأمة إلا ما أصلَحَ أولَها”
“Tidak akn pernah baik akhir umat ini melainkan jk mengikuti umat sebelumnya” (Ibnu Taimiah, Iqtidho’ Shiroth, H. 367).
 Wallahu ‘alam.

About The Author